Sejarah Telemedika dan Perkembangannya di Masa Pandemi Covid-19

Telemedika
Bagikan cerita ini

Sejak tanah air dilanda badai kedua pandemi Covid-19, istilah telemedicine atau telemedika atau yang kerap diserap secara gamblang menjadi telemedisin menjadi akrab di telinga masyarakat. Faskes primer seperti puskesmas maupun faskes lanjutan seperti rumah sakit mulai mempraktikkan telemedika untuk mengurangi pertemuan tatap muka yang bisa menjadi sarana penyebaran Covid-19. 

Karena fenomena ini, sejarah kemunculan telemedika kerap dikaitkan dengan pandemi Covid-19. Nyatanya, tidak demikian. 

Mengutip WHO, layanan telemedika telah jauh lebih dulu ada sejak akhir abad ke-19 dan pertama kali terpublikasi pada awal abad ke-20. Layanan telemedika pertama yang berhasil terpublikasi adalah penyampaian hasil elektrokardiografi melalui telepon.

Yap, telemedika tidak selalu tentang konsultasi medis melalui internet seperti yang banyak terjadi sekarang. Kata telemedika sendiri bermakna penyembuhan jarak jauh. Lebih detailnya, telemedika adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kondisi pasien dengan meningkatkan akses pasien kepada perawatan dan informasi medis. Telepon, televisi, situs internet, dan aplikasi dapat menjadi sarana pemberian layanan telemedika.

Berawal dari Penggunaan di Sektor Militer

Berdasarkan informasi dari WHO, layanan telemedika yang lebih modern pertama kali diaplikasikan oleh sektor militer dan angkasa luar. Ini kira-kira berkembang pada tahun 1960. Pada sekitar tahun tersebut, layanan telemedika melalui telepon juga diberikan oleh rumah sakit pendidikan kepada pusat kesehatan yang ada di bandara.

Penggunaan telemedika di beberapa sektor membuat layanan ini mulai dilirik untuk digunakan oleh populasi berskala besar. Pemberian layanan telemedis yang rendah biaya dinilai akan sangat menguntungkan, terutama bagi negara berkembang yang belum banyak memiliki fasilitas kesehatan. 

Kemunculan dan popularitas internet kemudian menjadi momentum bagi pelayanan telemedika untuk kian digunakan oleh masyarakat. Dengan internet, cakupan layanan telemedis semakin luas. Tidak hanya melalui telepon, tetapi juga bisa melalui situs internet, chat, bahkan bisa ditunjang oleh gambar dan video.

Perkembangan Telemedika selama Pandemi Covid-19

Telemedika semakin banyak digunakan kala pandemi Covid-19. Seperti yang disampaikan oleh para peneliti dari Federal University of Technology Parana Brazil, penuhnya rumah sakit yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan justru semakin mempercepat laju penyebaran virus adalah motif utama penggunaan telemedis saat ini.

Beberapa negara seperti Australia, USA, Inggris, Brazil, dan Indonesia telah menerapkan telemedis untuk mengurangi kerumunan di rumah sakit. Pemerintah Australia misalnya mendorong warganya untuk mengakses layanan kesehatan secara remote. Tenaga kesehatan pun diizinkan memberikan layanan dari jarak jauh. Di Inggris, konsultasi online diberikan di area yang telah ditentukan sebelum pasien bertemu dengan dokter. Ini berfungsi sebagai skrining awal untuk memisahkan pasien yang perlu bertemu dengan dokter dan yang tidak.

Telemedika di Indonesia selama Pandemi Covid-19

Selama pandemi Covid-19, Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah menerapkan pelayanan telemedis untuk warga yang positif Covid-19 dan menjalankan isolasi mandiri. Konsultasi dokter dilakukan secara online melalui platform yang ditunjuk dan obat akan dikirimkan ke rumah. Beberapa faskes, seperti puskesmas, klinik pratama, dan rumah sakit, pun telah melakukan hal serupa.

Tak hanya praktik telemedis untuk masyarakat umum, praktik telemedis khusus ibu hamil juga bisa ditemui di Indonesia selama pandemi ini. Salah satunya bisa dilihat dari penggunaan TeleCTG oleh bidan di klinik dan puskesmas di beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia, yang terhubung dengan dokter spesialis obgyn di Jakarta. 

Ibu hamil merupakan golongan masyarakat yang rentan terpapar Covid-19. Keberadaan layanan telemedis yang lebih dekat dari rumah ibu hamil menjadi penting agar ibu hamil tak perlu bepergian jauh selama pandemi.

Sumber:

WHO

New development: ‘Healing at a distance’—telemedicine and COVID-19

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *