Bidan Cony, Sekretaris 2H2 Center Dinkes Kab. Flores Timur, bertugas memastikan rujukan ibu hamil, bersalin, dan nifas dilakukan tepat waktu agar kematian ibu dan bayi dapat dihindari.
Bidan Scholastika Konsina Nino atau yang akrab disapa dengan Bidan Cony adalah salah seorang yang berperan dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Flores Timur. Melalui perannya sebagai Sekretaris 2H2 Center Dinkes Kab. Flores Timur, ia memastikan ibu hamil, bersalin, maupun nifas yang berada dalam kondisi kegawatdaruratan dapat dirujuk tepat waktu.
Program 2H2 Center sendiri merupakan inovasi Dinkes Kab. Flores Timur yang digagas pada tahun 2010 sebagai pusat rujukan ibu hamil, bersalin, dan nifas.
“Jika ada ibu yang hendak dirujuk, puskesmas akan menghubungi kami. Kamilah yang kemudian mengorganisasi rujukan. Mulai dari menyediakan kapal untuk transportasi rujukan hingga memastikan rumah sakit siap menerima pasien,” ujar Bidan Cony.
Tantangan terbesar proses rujukan di Flores Timur adalah jumlah rumah sakit yang terbatas serta kondisi daerah yang merupakan wilayah kepulauan. Inilah mengapa peran Bidan Cony beserta rekan di 2H2 Center sangat penting mengingat jarak terjauh antara desa dan rumah sakit bisa memakan waktu tempuh hingga 4 jam, sedang kapal sebagai satu-satunya alat transportasi tak selalu tersedia. Padahal, proses rujukan perlu dilakukan dengan cepat dan tepat demi keselamatan ibu dan bayi.
“Karena itulah, kami menghimpun nomor nakhoda kapal. Saya pribadi harus pula mengenal para nakhoda kapal. Dengan begitu, ketika dibutuhkan, kapal mudah didapat. Jika satu nakhoda tidak bisa, segera hubungi nakhoda yang lain,” ujarnya.
Tak sampai di situ, Bidan Cony juga berperan dalam memberi pemahaman kepada keluarga pasien. Pasalnya, seringkali kendala rujukan datang dari keluarga pasien. “Seringkali kapal sudah siap, rumah sakit sudah siap, tetapi keluarga ibu menolak dirujuk. Mereka lebih memilih ibu melahirkan di rumah dengan bantuan paraji walau kondisi ibu tidak memungkinkan,” kisah Bidan Cony.
“Para bidan adalah pejuang nyawa. Kami perlu menjaga nyawa ibu dan bayi,” pungkasnya.
Di saat seperti itulah, biasanya bidan yang sedang bertugas di lapangan menelepon Bidan Cony yang dikenal sebagai bidan perayu untuk membujuk keluarga pasien. “Jika keluarga pasien menolak, saya biasanya yang membujuk dan memberi pemahaman kepada keluarga via telepon,” katanya, “Ada kalanya pula tak berhasil. Bila tak berhasil, kami akan minta bantuan tokoh agama atau masyarakat setempat untuk memberi pemahaman. Selain menghimpun kontak nakhoda kapal, kami juga menghimpun kontak tokoh masyarakat setempat agar bisa cepat dihubungi di saat-saat seperti ini. Ada sekitar 1.000 jejaring yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang kami miliki saat ini.”
Posisi krusialnya di 2H2 Center tak jarang membuat Bidan Cony harus bekerja selama 24 jam. Apalagi, permintaan rujukan yang tidak dapat ditebak kapan datangnya. “Jam berapapun dibutuhkan, saya dan teman-teman di 2H2 Center harus siap. Tak masalah karena ini demi keselamatan ibu dan bayi. Prinsip saya, bila ibu sudah dalam genggaman, jangan dilepaskan hingga selesai masa nifasnya,” ucap Bidan Cony.
Saat ini, pekerjaan Bidan Cony dalam merujuk cukup terbantu dengan TeleCTG. “Sudah ada satu puskesmas yang menggunakan TeleCTG dan saya rasa alat ini diperlukan sekali. Dengan TeleCTG, akan ada nyawa yang terselamatkan karena masalah dapat dideteksi secara dini. Rujukan pun bisa lebih cepat dilakukan,” ujarnya.
Ke depannya, Bidan Cony berharap AKI di Flores Timur dapat terus menurun hingga menyentuh angka nol. Semenjak program 2H2 Center berjalan, sudah terlihat penurunan AKI–dari yang tadinya menyentuh angka belasan pada tahun 2010 menjadi 5 pada tahun 2020. “Para bidan adalah pejuang nyawa. Kami perlu menjaga nyawa ibu dan bayi,” pungkasnya.