Bidan Tiana Ginting: Jawab Tantangan Sulitnya Merujuk Pasien

bidan di nias
Bagikan cerita ini

Sejak awal berkarier sebagai bidan, Tiana Ginting yang berasal dari Medan, Sumatera Utara, telah ditugaskan di Kabupaten Nias. Lebih tepatnya di Puskesmas Hiliweto Gido. Tuntas dari pendidikan D1 Kebidanan, ia langsung diterjunkan ke lapangan dan bertugas di wilayah yang tidak bisa dibilang mudah.

“Waktu awal saya bertugas di sini, belum ada listrik,” begitu katanya. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri karena seperti yang kita tahu bidan harus siap bertugas kapan saja dibutuhkan. Bahkan di tengah malam sekalipun. Bertugas di tengah malam tanpa bantuan cahaya sudah barang tentu akan lebih sulit. Dan inilah yang dialami oleh Bidan Tiana.

“Saya pernah diminta ke rumah pasien di tengah malam karena kondisi pasien sudah kritis. Rumah pasien berada di tengah sawah. Untuk sampai ke sana, saya harus melewati jalan ekstrem dan saat itu saya naik motor. Kondisi gelap sekali. Anehnya saya tidak jatuh, loh. Besoknya ketika pulang dari rumah pasien dan ada cahaya malah jatuh,” kenang Tiana sambil tertawa.

Kini, menurut Bidan Tiana, kondisi di Nias sudah jauh lebih baik. Selain listrik yang sudah tersedia, fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas pun sudah jauh lebih banyak. Hanya saja, memang, jumlah rumah sakit rujukan masih sangat terbatas. Banyak pula pasien yang sulit dirujuk karena kondisi geografis yang jauh dari rumah sakit. Namun, bukan itu tantangan utamanya. 

AKB Tinggi karena Enggan Dirujuk

Pada tahun 2020, angka kematian bayi di wilayah cakupan Puskesmas Hiliweto Gido mencapai 7 orang. Menurut Bidan Tiana, AKB di sana memang cukup mengkhawatirkan. Hal ini terjadi bukan karena tidak tersedianya fasilitas kesehatan, melainkan karena enggannya pasien dan keluarga untuk dirujuk.

“AKB di sini terjadi karena ibu bersalin enggan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai. Umumnya, pasien menunggu keputusan keluarga. Di sisi lain, keluarga pasien sangat menentang jika ibu hamil dirujuk ke rumah sakit,” ungkap Bidan Tiana.

Untuk mengatasi hal ini, Bidan Tiana kini mengandalkan teknologi berbasis bukti. Ia menggunakan TeleCTG untuk meyakinkan pasien agar mau dirujuk.

“Kami pernah mendapatkan pasien yang sudah berisiko, tapi enggan dirujuk. Akhirnya kami periksa dengan TeleCTG dan mendapatkan jawaban dari dokter di Pusat Konsultasi bahwa pasien ini statusnya waspada. Akhirnya kami jelaskan hasil pemeriksaan ibu dan janin kepada pasien, suami, dan keluarganya. Kami beritahukan pula jawaban dokter bahwa ibu ini berstatus waspada sehingga perlu kami rujuk. Akhirnya pasien mengerti dan mau dirujuk,” kisah Bidan Tiana.

Tak hanya TeleCTG, Bidan Tiana juga memanfaatkan Sehati Dashboard untuk mengetahui kondisi faktor risiko ibu hamil di wilayahnya. Kebetulan saat ini Bidan Tiana menjabat sebagai Bidan Koordinator Puskesmas Hiliweto Gido. “Sebagai bidan koordinator, saya bisa langsung melihat status ibu yang diinput oleh masing-masing bidan desa melalui Dashboard. Faktor risiko juga bisa langsung dilihat. Bagi saya pribadi, ini sangat membantu,” ujar Bidan Tiana.


“Kami pertama kenal TeleCTG di bulan Maret 2021 melalui program Surfaid. Mudah-mudahan hadirnya TeleCTG bisa membantu menurunkan AKI dan AKB di sini,” pungkasnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *