Stunting atau tengkes merupakan ancaman kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Stunting adalah gangguan pertumbuhan pada fisik dan otak anak yang salah satunya ditandai dengan tubuh yang pendek atau kerdil. Sayangnya, prevalensi stunting di Indonesia itu sendiri masih sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2019, kasus stunting di Indonesia mencapai 27,67 persen. Angka ini sudah menurun jika dibandingkan prevalensi stunting pada tahun 2013, yaitu sebesar 2013.
Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia WHO mencanangkan toleransi batas maksimal stunting di sebuah negara yaitu tidak lebih dari 20 persen. Dengan demikian, Indonesia belum bisa mencapai target tersebut dan bahkan saat ini berada di urutan 4 dunia dan ke-2 di Asia Tenggara negara dengan angka stunting tinggi.
Target menurunkan angka stunting di Indonesia sudah dicanangkan, yaitu 14 persen pada tahun 2024. Untuk mengejar target yang kurang dari 3 tahun tersebut, diperlukan cara-cara yang efektif dan efisien untuk menurunkan stunting.
Faktor risiko ibu hamil
Faktor risiko ibu hamil adalah ketika situasi dan kondisi serta keadaan ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas dapat memberikan ancaman pada kesehatan fisik dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya.
Oleh sebab itu, faktor risiko pada ibu hamil bisa bersifat non-medis maupun medis. Ada tiga penyebab kehamilan berisiko tinggi, yakni penyakit yang diidap ibu sejak sebelum ia hamil, gaya hidup seperti merokok dan konsumsi minuman beralkohol, serta komplikasi kehamilan yakni masalah kesehatan maupun penyulit kehamilan yang disebabkan oleh kondisi yang berkembang saat kehamilan, misalnya timbulnya diabetes gestasional.
Beberapa faktor risiko ternyata juga dapat menggambarkan kondisi ibu hamil dan janin yang berisiko mengalami stunting intra-uterine atau hambatan pertumbuhan janin dalam kandungan.
Meningkatkan risiko stunting intrauterine
Beberapa faktor risiko ibu hamil berikut ini bisa meningkatkan risiko stunting yang terjadi di dalam kandungan:
- Hipertensi Kronik: tekanan darah tinggi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan janin tumbuh lambat sehingga risiko untuk melahirkan prematur pun meningkat. Hipertensi dapat berkembang menjadi preeklampsia dan abrupsio plasenta (kondisi berbahaya saat plasenta terpisah sebagian dari rahim sebelum bayi lahir).
- Kekurangan Energi Kronik: adalah kondisi kekurangan gizi yang berlangsung bertahun-tahun. Ibu hamil yang mengalami KEK diidentifikasi dengan pengukuran lingkar lengan bagian atas. Jika ukurannya di bawah standar, maka ibu masuk dalam kategori KEK. Selain itu, ibu hamil juga biasanya akan mengalami kelelahan yang luar biasa. Selain asupan gizi yang tidak memenuhi kebutuhan, KEK juga bisa disebabkan oleh usia ibu hamil yang terlalu muda atau tua, aktivitas yang terlalu berat dan infeksi pada ibu hamil. Sudah tentu, KEK dapat menghambat pertumbuhan janin yang sangat ditentukan dari asupan gizi ibu hamil.
- Diabetes Gestasional: adalah diabetes yang dialami ibu ketika ia hamil. Kondisi ini jika tidak segera ditangani dapat meningkatkan risiko melahirkan prematur, tekanan darah tinggi dan preeklampsia.
- Anemia: Semua ibu hamil berisiko mengalami anemia atau kekurangan zat besi dan pasokan sel darah merah. Pasalnya, kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat tinggi. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Cek siapa saja yang berisiko tinggi mengalami anemia saat hamil di sini.
- Pre-eklampsia ringan dan berat: Kondisi ini biasanya terjadi saat kehamilan trimester kedua yang salah satu tandanya adalah tekanan darah tinggi. Preeklampsia juga bisa memengaruhi pertumbuhan janin dan kesehatan ibu hamil. Selain itu, preeklampsia juga dapat meningkatkan kemungkinan persalinan prematur.
- Perdarahan: kondisi perdarahan pada ibu hamil bisa jadi merupakan pertanda adanya masalah yang serius seperti plasenta previa, solusio plasenta, luka pada rahim, bahkan tanda keguguran.
Ketahui dan tangani secara dini
Dengan mengetahui keberadaan faktor risiko pada ibu hamil tersebut, tenaga kesehatan yang menangani ibu hamil dapat segera melakukan intervensi untuk membantu mencegah stunting secara dini.
Faktor risiko ini dapat diketahui melalui pemeriksaan rutin selama kehamilan atau yang dikenal dengan istilah antenatal care. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh bidan maupun dokter kandungan dan dilakukan sebanyak minimal 4 kali selama kehamilan.
Melalui pemeriksaan fisik dan dengan menjawab riwayat medis ibu hamil, tenakes dapat menemukan faktor risiko yang dialami ibu hamil. Akan tetapi, skrining faktor risiko dapat dilakukan dengan mudah dengan pencatatan digital melalui aplikasi Bidan Sehati.
Melalui aplikasi, bidan dapat menyaring pasien yang memiliki faktor risiko tertentu sekaligus mendapat notifikasi jika status faktor risiko ibu hamil berubah. Dengan demikian, bidan dapat melakukan intervensi secara dini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk stunting.