Sejumlah aksi afirmatif dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kapasitas belanja alat kesehatan produksi nasional.
Demi resiliensi sistem kesehatan nasional, pemerintah gencar mendorong penggunaan alat kesehatan produksi dalam negeri (alkes PDN). “Penggunaan alat kesehatan produksi dalam negeri penting untuk diutamakan agar jika suatu saat dibutuhkan (supply) kita aman, apalagi di situasi pandemi seperti saat ini,” ucap Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, dalam Konferensi Pers Upaya Peningkatan Penggunaan PDN Bidang Alat Kesehatan, Selasa (15/6/2021).
Bercermin dari pengalaman mengimpor vaksin Covid-19, Budi merasa industri kesehatan nasional perlu diperkuat, apalagi jika melihat penyerapan produk alkes lokal yang masih kalah jauh dibandingkan produk impor. Seperti yang disampaikan oleh Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan, pemesanan alkes PDN setahun terakhir hingga Juni 2021 sebesar Rp2,9 T saja. Jumlah ini kalah jauh dengan pemesanan alkes impor yang mencapai Rp12,5 T atau hampir lima kali lipatnya.
Sejumlah Aksi Afirmatif Diperlukan
Melihat ketimpangan yang terjadi, pemerintah merasa perlu melakukan sejumlah aksi afirmatif untuk mendorong pemesanan alkes PDN. Targetnya, pemesanan alkes PDN untuk tahun anggaran 2021 melalui e-katalog bisa minimal mencapai angka Rp6,5 T. Sebanyak 5.462 alkes impor pun akan ditunda penayangannya karena sudah dapat disubstitusi oleh produk dalam negeri sejenis.
Tak hanya itu, aksi afirmatif lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memperketat pemantauan belanja rumah sakit untuk alkes PDN. Penggunaan PDN melalui pengadaan barang dan jasa oleh kementerian, lembaga, dan pemda pun diwajibkan dengan mengacu pada ketentuan perundangan. Sanksi bagi pembeli dan produsen barang/ jasa impor pun telah diatur melalui PP 29/ 2018. Untuk mendorong produksi alkes dalam negeri, pemerintah pun memberikan insentif khusus bagi investor di bidang alat kesehatan dan farmasi.
“Untuk yang terbiasa impor, ini sudah saatnya kita bangga buatan Indonesia. Buat pabrik di dalam negeri dan galakkan investasi,” ucap Luhut. Apalagi, dirinya yakin bahwa saat ini banyak alat kesehatan impor yang sebenarnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. “Dua minggu lalu saya pergi dengan Menteri Budi ke Korea dan ke Tiongkok dengan Wakil Menteri Kesehatan (RI) juga melihat betapa banyaknya kita mengimpor alat yang ternyata bisa kita produksi di dalam negeri,” pungkasnya.
Disambut Baik Produsen
Komitmen pemerintah ini tentu disambut baik oleh produsen alkes dalam negeri, seperti Sehati Group. Sehati Group sendiri telah menunjukkan bahwa produk alat kesehatan karya anak bangsa tidak kalah kualitasnya dengan produk impor melalui produksi TeleCTG. TeleCTG adalah alat kardiotokografi digital dan portabel berbasis Internet of Medical Things (IoMT) yang memungkinkan terjadinya kolaborasi antarprofesi bidan dan dokter obgyn.
“Kami menjadi yang pertama di dunia untuk alkes sejenis TeleCTG yang bisa dioperasikan langsung oleh bidan dan langsung terhubung dengan dokter obgyn,” ucap Anda Sapardan, Co-Founder sekaligus Chief Business Development Officer Sehati Group seperti dikutip dari Bisnis Indonesia.
Masih dikutip dari Bisnis Indonesia, bagi Anda, apa yang disampaikan Luhut adalah dukungan yang memang diperlukan oleh produsen alkes dalam negeri. Mengingat, TeleCTG sendiri mengalami tantangan untuk mengakses pasar alkes dalam negeri secara lebih masif sejak mendapatkan izin edar pada 2018 lalu. Padahal, beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Australia, dan Hongkong, sudah menunjukkan ketertarikan untuk menggunakan TeleCTG. Meski begitu, tawaran dari negara luar masih ditolak oleh Anda dan tim karena cita-citanya adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan negeri sendiri.
Ke depannya, Anda berharap pemerintah bisa menciptakan ekosistem yang baik untuk pelaku industri alkes PDN. “Pemerintah bisa menciptakan ekosistem yang lebih mendukung industri alkes dalam negeri dari hulu sampai ke hilir. Kalau bukan pemerintah kita yang mendukung, siapa lagi?” ucapnya.
Sumber: Bisnis Indonesia